Minggu, 12 Februari 2012

Manusia Embun
Djogjakarta, 19 Desember 2004










Perjalanan menemukan kebahagiaan bukanlah berarti perjalanan menuju kebahagiaan.
Kesengsaraan dalam menempuh kehidupan bukanlah berarti kesengsaraan untuk menemukan kebahagiaan.
Perjalananku bukanlah langkah, karena langkahku tak mampu menuntunku kealam kedewasaan hingga puncak takdir bagi hayatku.
Tujuanku bukanlah akhir, tapi awal, karena lenyapku tak berarti hilang, dan matiku adalah kehidupan.
Aku bukanlah sebuah kehidupan yang diciptakan hanya untuk santapan heningnya kematian.
Dan bukan pula sebuah ciptaan, karena sebuah jiwa tak akan mampu dijejaki oleh berbagai kreasi, dan tak diawali imajinasi.
... adalah sebongkah anugerah. Anugerah dari sepercik cahaya keagungan-Nya.
Bagiku, hidup bukanlah hanya sebuah kemenangan tanpa batas yang kita dapat dari persaingan medan telur suci.
Bagiku, kemenangan adalah bayangan kekalahan yang terus mendampingi setiap gerak raga.
Sehingga aku tak membutuhkan cahaya dunia untuk menyinari ruas jalanku.
Kemenangan itu kotor, apabila kekalahan tersungkur dari sebuah kewajaran.
Sedangkan kekalahan adalah sebuah keberhasilan yang tak membutuhkan seorang pemenang.
Jika kemenangan adlah helaan nafas, tak salah bila kekalahan adalah sebuah tarikan nafas.
Bila kemenangan adalah kekuasaan, bama itu adalah bayangan kepuasan bagi sebuah keputusasaan.
Dan bila kekalahan adalah angin perasaan, tak perlu menangis, karena air matamu bukanlah cahaya bulan yang mampu membeberkan segala rahasia malam.
Dan jangan sempat tertawa, karena tawamu tak seangkuh sang surya yang mampu menelanjangi bumi tanpa harus beranjak dari tempatnya.
Tapi jika kekalahan adalah air, rasakanlah, jadikan irama tetesannya sebagai degup jantungmu, dan buatlah agar setiap detik dari detaknya adalah embun.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar